Saya sedang dalam upaya perpisahan dengan nikotin. Lebaran kemarin saya sempat bertekad berhenti total dari semua bentuk nikotin. Sayangnya, saya hanya bisa bertahan enam hari. Begitu habis libur lebaran, saya kembali tak tahan menghisap rokok saat di tempat kerja.
Sebelum itu, saya merokok sigaret dan vape. Sigaret saat di kantor, vape saat di rumah. Tepat pada malam lebaran kemarin, saya kehabisan cairan nikotin dan memutuskan tak menggunakan nikotin sama sekali. Sebelumnya lagi, selama puasa, saya tidak merokok sigaret sama sekali hanya vape saja, kecuali saat ada tugas keluar kota.
Sangat berat melepas nikotin, apalagi saya juga tidak merasa banyak masalah kesehatan dengan rokok sigaret. Kalau vape, memang saya rasakan bikin sakit kepala dan leher, juga rasa mual. Tapi sigaret, rasanya saya baik-baik saja. Jadi, kesehatan diri saya sendiri tidak bisa menjadi pendorong utama untuk berhenti. Namun begitu, istri saya punya ketakutan dengan rokok. Dia menganggap rokok sebagai penyebab beberapa masalah kesehatan anak saya. Saya tak bisa menyanggah itu. Jadi itulah yang jadi alasan utama saya berhenti bernikotin: untuk menenangkan perasaan istri saya.
Alasan kedua yang saya anggap cukup mendorong adalah saya ingin lebih meminimalkan hal-hal yang harus ada (requirements) untuk menjalani hari-hari saya. Kecanduan nikotin membuat saya tidak mudah membaur saat bekerja, makan bersama, atau menginap di hotel karena saya memerlukan ruangan khusus merokok.
Alasan ketiga, mungkin lucu bagi Anda, saya ingin mengurangi disadvantage (apa bahasa Indonesianya?) saya ketika berhadapan dengan musuh. Bagaimanapun saya masih menganggap diri saya pejuang menuju kemerdekaan 100%, setidaknya kemerdekaan diri saya sendiri. Candu apapun dapat dimanfaatkan musuh untuk mengalahkan saya.
Dari semua itu, saya menetapkan tanggal 30 April 2024 sebagai hari terakhir saya bernikotin. Tepat pada Hari Buruh 2024 besok, saya akan mendeklarasikan kebebasan saya dari belenggu zat itu.